Rabu, 01 September 2010

SANKSI YANG TEPAT BAGI ANGGOTA DPR RI YANG MELAKUKAN KORUPSI WAKTU

Sering kita mendengar lewat media massa baik lewat surat kabar maupun berita di Televisi, dan tadi pagi dalam berita TV one jam 05.00 wib hari Selasa tgl. 31 Agustus 2010 memperlihatkan ruang sidang dari sekitar 500 anggota DPR RI hanya dihadiri sekitar 320 orang, dan sekitar 180 orang lebih tidak ikut menghadiri sidang (mendengar berita tersebut hanya sepintas lalu dan tidak mengetahui sidang untuk apa), dan hal tersebut anggota DPR RI banyak yang tidak masuk kantor atau terlambat masuk kantor sudah sering kita dengar berulang-ulang dan kerapkali dimuat di Mass Media sebagai sanksi sosial tetapi anggota DPR RI tidak menggubrisnya atau tidak menanggapinya, melihat situasi tersebut sering membuat jengkel masyarakat, dan mereka bisa duduk dikursi DPR RI karena dipilih rakyat dan gajinya dari uang rakyat, yang mengharapkan memikirkan kepentingan rakyat, belum lagi sering kita melihat anggota DPR RI dari latar belakang selebriti baik sebagai pemain sinertron, pemandu acara di TV dan lain-lain masih melakukan kegiatan tersebut pada hal menurut ketentuan tidak boleh lagi bekerja diluar untuk menambah penghasilan, sebab gaji sebagai anggota DPR RI sudah dianggap cukup untuk memenuhi kebutuhannya, diharapkan supaya memusatkan perhatiannya untuk memimikirkan kepentingan rakyat.
Untuk mengatasi hal tersebut perlu dicari jalan yang tepat mengenai korupsi waktu tersebut, sering aparat pemerintah dan anggota DPR RI melakukan korupsi waktu dalam bentuk tidak masuk atau terlambat masuk kerja, tetapi bagaimana menerapkan sanksi korupsi waktu tersebut dalam bentuk sanksi yang dapat diterapkan kepada anggota DPR dan Aparat Pemerintah yang membawa efek jera kepada pihak yang melakukannya. Dalam tulisan ini sengaja membahasnya bertalian dengan DPR RI untuk mengetahui perbuatan korupsi dengan kerugian Negara yang dapat diberikan sanksi / hukuman dalam arti anggota DPR RI tidak masuk kantor tanpa alasan yang dapat diterima sebaliknya tidak masuk kantor karma alasan yang dapat diterima antara lain sakit dll yang didukung dengan surat keterangan sakit dan surat lain yang dianggap sah tidak dihitung atau dianggap masuk kerja sehingga gajinya tidak dikenakan denda, maka penerapan korupsi waktu dikaitkan hukuman berupa denda/potong gaji sebagai berikut : yaitu seorang anggota DPR RI berpenghasilan dari Negara tiap bulannya Rp. 40.000.000, kemudian dibagi 20 hari kerja, dibagi lagi 8 jam kerja, jadi Rp. 40.000.000 (penghasilan dari Pemerintah) : 20 hari kerja = Rp. 2.000.000 perhari, Rp. 2.000.000 : 8 jam = Rp. 250.000 perjam, Rp.250.000 : 0,5 jam = Rp. 125.000 persetengah jam, dengan demikian penghasilan DPR RI sebagai berikut :
a. Perbulan = Rp. 40.000.000,-
b. Perhari = Rp. 2.000.000,-
c. Perjam = Rp. 250.000,-
d. Persetengah jam = Rp. 125.000,-

Dalam menjatuhkan sanksi kepada anggota DPR RI dikaitkan dengan penghasilannya sebagai berikut :
a. terlambat tiap pagi 2 jam, atau terlambat 1 jam dan lebih cepat pulang 1 jam maka tidak masuk kerja 2 jam setiap bulan, maka 2 jam x 20 hari kerja = 40 jam x Rp.250.000,- perjam = Rp. 10.000.000 hukuman dendanya dalam satu (1) bulan, bendahara langsung memotong dari gajinya selanjutnya disetorkan ke Kas Negara.
b. terlambat tidak masuk kantor tidak beraturan kadang hari senin 3 jam, minggu berikutnya hari rabu 2 jam, kamis 1 jam seluruhnya 6 jam tidak masuk kantor dalam satu (1) bulan, maka 6 jam x 250.000 = Rp. 1.500.000,- hukuman dendanya dalam satu (1) bulan, dan hukuman denda tersebut langsung dipotong oleh bendaharawan didasarkan dengan absensinya serta diperkuat dengan data-data lainnya yang kemudian dendanya tersebut disetorkan ke Kas Negara.

Sarana untuk mengetahui anggota DPR RI masuk tidaknya kerja dalam satu bulan secara akurat,dilengkapi dengan abasen sistim mesin yaitu menggunakan nomor Pin dan sidik jari atau telapak tangan, dengan cara mesin ini anggota DPR RI tidak bisa memalsukan absensinya dan juga tidak bisa menitipkan mengisi absensinya kepada orang lain karena sidik jari/telapak tangan tidak bisa dibohongi atau ditiru, dengan demikian hanya anggota DPR RI itu sendiri yang dapat mengisi absensinya, cara ini sudah diterapkan di Kejaksaan Agung RI dan sudah berjalan dengan baik. Hal ini perlu dilakukan/diterapkan kepada semua anggota DPR RI.
Pada umumnya Ketua DPR RI, Ketua Komisi berat memberikan sanksi/tegoran kepada anggotanya karena :
a. mengingat anggota DPR RI pada umumnya sudah berumur atau rata-rata diatas 45 tahun dianggap sudah tidak pantas dinasehati, hanya disebabkan terlambat masuk kantor, tetapi dengan penerapan absensi dengan sarana mesin tersebut tidak perlu di tegor lagi, cukup disodorkan absensinya yang telah mencatat berapa jam yang bersangkutan tidak masuk kerja dalam satu (1) bulan.
b. Setiap anggota DPR RI kedudukannya sama yaitu sama-sama memiliki satu (1) suara, hal ini yang penting di DPR RI dalam mengambil keputusan terkait dengan suara terbanyak.

Dalam menerapkan sanksi tersebut ,dimana adanya beberapa sanksi yaitu :
a. Sanksi Administrasi .
Sanksi Administrasi berupa penjatuhan hukuman dalam bentuk RINGAN berupa tegoran lisan dan SEDANG dengan penurunan gaji berkala serta BERAT dalam bentuk turun pangkat, pencabutan jabatan, dipecat dengan hormat atau dipecat dengan tidak hormat. Sanksi administrasi ini lebih tepat diterapkan bagi aparat Pegawai Negeri, karena hukuman yang dijatuhkan tersebut walaupun nilainya kurang besar tetapi sangat besar pengaruhnya dalam promosi jabatan dan mengikuti pendidikan, hal ini terkait aparat pemerintah bekerja diinstansi tersebut sampai pesiun yang ingin mengejar karirnya dengan baik, dan saksi administrasi tersebut tidak tepat diterapkan kepada anggota DPR RI.
b. Sanksi Denda atau dilaporkan kepada KPK.
Anggota DPR RI yang tidak masuk kerja sesuai dengan absensi mesin, pertama diterapkan dengan sanksi denda memotong gajinya, dan bila Anggota DPR RI tersebut keberatan dipotong gajinya, maka anggota DPR RI tersebut dilaporkan kepada KPK dengan tuduhan melakukan perbuatan korupsi. Sanksi tersebut lebih tepat diterapkan kepada anggota DPR RI dengan alasan sebagai anggota DPR RI sifatnya sementara hanya 5 (lima) tahun kerja dan belum tertu terpilih untuk periode berikutnya, dan kemungkinan besar anggota DPR RI akan memilih diterapkan sanksi hukuman denda dengan potong gaji.

Penerapan sanksi atas perbuatan korupsi, hanya jika seandainya anggota DPR RI memilih penyelesaian masalahnya dilaporkan KPK, maka perbuatan korupsi tersebut dapat didakwakan pasal 2 ayat (1) Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau pasal 3 UU No. 31 tahun 1999, tetapi yang lebih tepat diterapkan pasal 3 UU No.31 tahun 1999 karna dalam unasur ketiga mengandung menguntungkan diri sendiri dan berapapun yang diperoleh dari perbuatan korupsi terbut yang penting menguntungkannya, sedangkan dalam pasal 2 ayat (1) UU No. 31 tahun 1999 ada unsur memperkaya dirisendiri atau orang lain, dengan kata memperkaya tersebut relatif karena korupsi Rp. 500.000.000 tersangkanya merasa tidak memperkaya dirinya dan sedikit lebih sulit dibuktikan dipersidangan. Dalam penerapan pasal 3 UU No. 31 tahun 1999 secara singkat sebagai berikut :
a. Barang siapa yaitu yang melakukan perbuatan korupsi tersebut.
b. Menyalahgunakan kewenangan, yaitu terdakwa / yang bersangkutan tidak masuk kantor sesuai dengan absensi selama 40 jam x Rp. 250.000 = Rp. 10.000.000 dan hal tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan Nomor xxx tanggal xxx tentang jam masuk kerja, maka unsur b tersebut telah terbukti.
c. Menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Yaitu terdakwa tidak masuk kerja selam 40 jam x Rp.250.000= Rp.10.000.000,- maka terrdakwa telah menguntungkan dirinya sendiri sebesar Rp.10.000.000,-, atau setidak-tidaknya sekitar tersebut, dengan demikian unsur ketiga telah terbukti.
d. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu terdakwa telah dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp.10.000.000,-,dengan demikian unsur keempat ini telah terbukti. Dalam unsur keempat ini ada kata dapat hal ini maksudnya tidak perlu dibuktikan negara bangkrut dengan uang yang dikorupsi sebesar Rp.10.000.000,- .

Berdasarkan hal tersebut di atas, apakah dapat diterapkan sanksi Denda atau dilaporkan kepada KPK untuk diproses sesuai dengan hukum yang berlaku, menurut pendapat penulis hal tersebut dapat diterapkan kepada anggota DPR RI yang tidak masuk kerja sesuai ketentuan dengan alasan a. perbuatan tersebut bertalian dengan keuangan negara atau merugikan keuangan negara atau uang rakyat,dan dalam Undang–Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sifatnya umum yang intinya perbuatan tersebut melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan merugikan keuangan negara serta menguntungkan diri sendiri atau orang lain  b. bertentangan dengan rasa keadilan. Mengenai penerapan tersebut diserahkan kepada aparat penegak hukum bisa atau tidaknya sanksi tersebut diterapkan kepada anggota DPR RI.
Bertalian dengan hal tersebut disarankan agar diterapkan sanksi point b mengenai hukuman denda atau dilaporkan kepada KPK, dengan demikian anggota DPR RI akan tertib masuk kerja sesuai ketentuan yang berlaku.
Demikianlah pandangan penulis atas tema ”Sanksi Yang Tepat Bagi Anggota DPR RI Yang Melakukan Korupsi Waktu”, seandainya tidak sepaham dengan penulis anggap saja sebagai perbedaan pendapat yang dilindungi Negara, dan bila ingin diskusi dengan penulis dapat menghubungi HP. 08123762705 dan 085781281601.

Jakarta, 1 September 2010
Penulis,


MONANG SIAHAAN, SH., MM.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar