Minggu, 26 September 2010

SEANDAINYA TERSANGKA (ALM.) KASMIR DITAHAN DI RUMAH TAHANAN NEGARA (RUTAN) BUOL, KEMUNGKINAN TIDAK MATI


          Dalam berita yang hangat saat ini matinya tersangka Kasmir di sel Kepolisian Sektor Biau Polres Buol. Asal terjadinya peristiwa tersebut karena (alm.) Kasmir pada saat mengemudikan mobil menabrak polisi Briptu Ridwan pada saat melaksanakan tugas mengatur lalu lintas berakibat (alm.) Kasmir ditahan di Polres Buol, sedangkan Briptu Ridwan dirawat di rumah sakit Bhayangkara Palu. Pada waktu penahanan tersebut (alm.) Kasmir telah mati disel Polisi, Pihak kepolisian setempat menyatakan matinya (alm.) Kasmir karena bunuh diri, masyarakat tidak bisa menerima penjelasan tersebut, masyarakat menuduh polisi menyiksa dan membunuhnya, selanjutnya menimbulkan kemarahan luar biasa lalu masyarakat menyerang kantor Polisi dan asrama Polisi setempat yang berakibat mati 8 orang kena tembak, dengan demikian dugaan kuat masyarakat yang melakukan pembunuhan (alm.) Kasmir adalah pihak Kepolisian.

            Bila benar tuduhan masyarakat bahwa yang melakukan pembunuhan (alm.) Kasmir adalah pihak Kepolisian, kemungkinan besar polisi yang melakukan hal tersebut karena adanya rasa setia kawan sesama Korps Kepolisian, sehingga menyelesaikan masalahnya dengan kekerasan bukan lewat hukum, ditambah lagi tahanan tersebut ditahan di sel yang berada di bawah kekuasaannya.

            Tindakan pemerintah selaku aparat penegak hukum menempatkan tahanan (alm.) Kasmir di sel Polres Buol bertentangan dengan Pasal 22 KUHAP dan Pasal 19 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP. Adapun inti Pasal 22 ayat (1) KUHAP penahanan terdiri dari  yaitu :1. Penahanan Rumah Tahanan Negara 2. Penahanan Rumah 3. Penahanan Kota dan dikaitkan dengan pasal 19 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP yaitu (1) di dalam RUTAN ditempatkan tahanan yang masih dalam proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung. Untuk itu semua  tahanan Kepolisian, Jaksa, KPK, Pengadilan ditempatkan  di Rumah Tahanan Negara (RUTAN). Di dalam tulisan ini yang dipermasalahkan Tempat Penahanan, bukan kewenangan penahanan. Masalah kewenangan penahanan  merupakan kewenangan Kepolisian, Kejaksaan, KPK, Pengadilan sedangkan masalah tempat penahanan hanya kewenangan Rumah Tahanan Negara atau RUTAN.

            Terkait tahanan Kepolisian an. (alm.) Kasmir bila ditempatkan di Rumah Tahanan Negara Buol, maka tidak mungkin Polisi melakukan pemukulan/ penganiayaan hingga meninggal, karena Kepolisian tidak boleh masuk ke dalam RUTAN tanpa seijin pihak RUTAN, dan bila terjadi sesuatu terhadap tersangka adalah tanggung jawab petugas Rutan sesuai dengan Pasal  21 PP Nomor 27 Tahun 1983  yang intinya apabila terjadi masalah fisik merupakan tanggung jawab Rutan. Untuk lebih menjamin hak asasi manusia (HAM), hendaknya pemeriksaan dilakukan di dalam lingkungan Rumah Tahanan Negara (RUTAN), baik sebagai tersangka yang ditahan atau tidak ditahan demikian juga pemeriksaan saksi. Dengan demikian, di dalam lingkungan Rutan dibuat kamar pemeriksaan sesuai ketentuan KUHAP yaitu boleh dilihat tetapi tidak boleh di dengar ,sebab jika pemeriksaan dilakukan di kantor aparat penegak hukum (baik pemeriksaan Polisi, Jaksa, dan KPK) masih bisa dilakukan tekanan, ancaman dan lain-lain yang sifatnya negatif yang merugikan pihak yang diperiksa baik sebagai tersangka maupun saksi.

            Untuk itu semua anggota masyarakat terutama aparat pemerintah, antara lain :  Polisi, Jaksa, Hakim, PNS lainnya dalam menyelesaikan masalah mengedepankan hukum bukan kekerasan, bila menyelesaikan lewat kekerasan akan menimbulkan masalah lain dengan kata lain tidak menyelesaikan masalah, karena setiap anggota masyarakat baik statusnya sebagai aparat penegak hukum maupun masyarakat biasa sama di depan hukum. Mulai saat ini sedikit demi sedikit rasa arogansi kekuasaan dihilangkan mengingat perkembangan pembangunan atau kemajuan bangsa akan lebih mengedepankan hukum dalam setiap masalah.

            Untuk melindungi hak asasi Manusia (HAM) baik sebagai tersangka maupun saksi disarankan, yaitu : 1. Semua tahanan Polisi, Jaksa, KPK segera dialihkan ke Rumah Tahanan Negara (RUTAN) setempat sesuai ketentuan; 2. Pemeriksaan tersangka dan saksi diperiksa (Polisi, Jaksa dan KPK) sementara diperiksa di Rumah Tahanan Negara (Rutan) setempat;  3. Jangan melakukan wajib lapor atas tersangka Polisi, Jaksa, KPK karena tidak ada dasar hukumnya  dan tersangka dapat menggugat di muka pengadilan, sebab yang diatur KUHAP yaitu tahanan Rumah Tahanan Negara, Tahanan Rumah, dan Tahanan Kota; 4. Membangun gedung tempat pemeriksaan secara permanen / tetap ditengah kota (dekat kepada masyarakat )sesuai ketentuan KUHAP yaitu boleh dilihat tetapi tidak boleh didengar; 5. Menyelesaikan semua masalah dengan  mengedepankan hukum; 6. Supaya Pemerintah dan DPR RI membuat satu pasal sebagai pelengkap KUHAP yang intinya Pemeriksaan tersangka dan saksi dilakukan di Rumah Tahanan Negara (  sementara sebelum dibangun gedung pemeriksaan yang permanen ditengah kota), sebagai dasar penegak hukum melaksanakan pemeriksaan; 7. Supaya Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mengambil kewenangan tempat penahanan tersebut atau dengan kata lain jangan melakukan pembiaran.

            Demikianlah pandangan kami atas tema ” Seandainya Tersangka (alm.) Kasmir Ditahan Di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Buol, Kemungkinan Tidak Mati”, apabila tidak sepaham anggaplah sebagai perbedaan pendapat yang dilindungi oleh negara.

Jakarta,    September 2010
Penulis,

Monang Siahaan, SH. MM.
HP. 08123762705 /
http://monang-hukum.blogspot.com/

OPSI : APA YANG SUDAH SAUDARA TERIMA DARI NEGARA? ATAU APA YANG SUDAH SAUDARA BERIKAN KEPADA NEGARA?


Presiden Amerika Serikat Barrack Obama, mempunyai program dana sosial yang diberikan kepada masyarakat miskin, program dana sosial tersebut ditentang Kelompok Republik, yang intinya Negara tidak pernah maju karena bantuan-bantuan, dan dana tersebut diberikan kepada masyarakat yang mampu mengolahnya, demikianlah Amerika bisa seperti sekarang ini. Senang tidak senang, kita harus mengakui bahwa Amerika Serikat adalah negara kuat di dunia saat ini hampir di segala bidang antara lain : bidang ekonomi, keuangan, persenjataan, teknik, perminyakan, dll., dan sering disebut sebagai polisi dunia. Sifat kerja keras yang dilakukan masyarakat Amerika untuk mencapai kemakmuran perlu ditiru, hanya kerja keras dimaksud disesuaikan dengan kondisi Indonesia.

            Untuk membangun kinerja yang tinggi perlu kita merubah pola pikir, yaitu pandangan apa yang saudara berikan kepada negara. Pandangan ini ada benarnya, karena pada dasarnya negara hanya memiliki kekayaan yang sifatnya benda hidup dan benda mati, antara lain berupa tanah dan hutan. Hal tersebut baru dapat digunakan setelah diolah dengan kerja keras yang memerlukan kemampuan (pendidikan), dan hasil usaha tersebut akan memberikan sumber kepada negara dalam bentuk hasil sumber alam (BBM, perkebunan, hasil pertanian, pajak, dll.), dengan demikian akan dapat membangun segala sektor yang berakibat negara tangguh dan masyarakat sejahtera. Makna negara tangguh, semua sarana dan prasarana pemerintah dapat dibangun antara lain peralatan perang yang kuat, sarana jalan yang baik, pembangunan kesehatan dll. Demikian juga masyarakat sejahtera, dalam arti Pegawai Negeri dapat digaji 10-15 kali lipat dari penghasilan sekarang ini, sehingga semua kebutuhan hidupnya dapat diatasi dengan layak, antara lain : biaya makan, pakaian, sekolah, kesehatan, hiburan, peralatan elektronika, dll.

            Melihat kondisi negara saat ini, banyak sekali memberikan bantuan-bantuan sosial kepada masyarakat, sehingga mengurangi kerja keras untuk mencapai kemajuan. Di negara Indonesia, orang kaya pun dibantu pemerintah dalam bentuk pemberian subsidi BBM yang secara umum banyak dipakai pemilik mobil yang relatif kaya, walaupun sebenarnya dengan subsidi BBM akan berpengaruh kepada harga bahan pokok. Selain subsidi BBM yang diberikan, masih banyak lagi bantuan-bantuan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat. Dan kita dapat melihat dengan memberikan bantuan-bantuan sosial kepada masyarakat, kemajuan pembangunan tidak begitu baik. Perkembangan negara menuju kemajuan tidak seimbang dengan kemajuan negara-negara tetangga di sekitar Indonesia. Salah satu negara tetangga yaitu negara Malaysia, dahulu mendatangkan tenaga guru dari Indonesia, sekarang negara Malaysia sudah lebih maju dari Indonesia dan kenyataannya saat ini banyak tenaga pembantu mencari kerja di Malaysia, seandainya negara kita berkembang dengan pesat, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) tidak akan mencari kerja ke Malaysia, Arab dan Negara-negara lainnya. Untuk itu, secara bertahap harus dikurangi memberikan bantuan berupa subsidi kepada masyarakat kecuali masalahnya sangat mendesak sekali. Marilah kita bekerja keras membangun negara Indonesia yang kita cintai ini dalam segala sektor.

            Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa ada 2 (dua) opsi yang dapat digunakan terkait dengan pandangan dalam mencapai kemajuan yaitu : opsi pertama, “Apa Yang Saudara Berikan Kepada Negara”; dan opsi kedua, “Apa Yang Saudara  Terima Dari  Negara”. Berdasarkan dua opsi tersebut, penulis menyarankan agar memilih opsi yang pertama yaitu “Apa yang Saudara Berikan kepada Negara”, dengan harapan dapat membangun negara dengan kerja keras mengolah sumber kekayaan, kita harus memegang prinsip hanya bangsa Indonesia-lah yang bisa membangun negaranya sendiri dengan baik, dan jangan mengharap negara lain  membangun negara Indonesia lewat bantuan-bantuan yang diberikan. 

            Demikianlah pandangan penulis atas tema “opsi, apa yang saudara terima dari negara atau apa yang saudara berikan kepada negara”. Seandainya  tidak sepaham dengan penulis anggap saja sebagai perbedaan pendapat yang dilindungi Negara.
 
Jakarta,  2 September 2010
Penulis,
 
MONANG SIAHAAN, SH., MM.

HUKUMAN TERHADAP PNS DIJEMUR DIBAWAH TERIK MATAHARI


Dalam berita  Metro TV pada hari Kamis tanggal 16 September 2010 sekitar jam 15.00 Wib, adanya Pegawai Negeri Sipil belum masuk kerja pada hari selasa tanggal 14 September 2010 padahal sudah diberikan libur Hari Raya seluruhnya 5 (lima) hari yaitu mulai tanggal 9 – 13 September 2010 tetapi sebagian  PNS merasa libur tersebut masih kurang panjang sebab yang benar-benar dibutuhkan libur untuk Hari Raya hanya 2 (dua) hari  pada  tanggal 10 -11 September 2010. PNS yang tidak masuk kantor pada hari selasa tanggal 14 September 2010 yaitu : a. PNS Kantor Walikota Polewali Mandar sebanyak 83 orang dengan hukuman menjemur  dibawah diterik matahari  di halaman kantor, sampai ada pingsan satu orang.;  b. PNS Kantor  Walikota Subulussalam sekitar 200 orang tidak masuk kantor dijemur di depan kantor dibawah terik matahari.

            Tindakan Pimpinan Instansi Pemerintah/Walikota menghukum dengan jalan menjemur dibawah terik matahari dianggap lebih baik bila dilakukan pemeriksaan oleh bidang pengawasan setempat, dan pada umumnya atau sebagian besar PNS yang tidak masuk tersebut lebih senang dihukum dengan dijemur diterik matahari dari pada diperiksa oleh pengawasan, karena akibat pemeriksaan ada sanksinya/ hukuman yang berakibat berpengaruh terhadap promosi jabatan, peningkatan karir dan pendidikan kedinasan tetapi biasanya ada sebagian kecil tidak bisa menerima hukuman dijemur di bawah terik matahari di depan kantor yang dapat dilihat  semua orang  yang dirasakan dipermalukan didepan umum, dan PNS yang bersikap daripada dipermalukan di depan khalayak ramai lebih baik dihukum bahkan dipecat sesuai  ketentuan  Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 30 tahun 1980 tanggal 30 Agustus 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. 

            Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980  tanggal 30 Agustus 1980 tentang  Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil mengatur masalah Disiplin Pegawai Negeri Sipil dan hukuman yang diterapkan juga sanksi  terkait dengan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Masalah Disiplin antara lain tidak masuk kerja tanpa ijin atasan, tidak memakai seragam dinas dengan lengkap,tidak melakukan tugasnya dengan baik dll, sedangkan  PNS yang melakukan perbuatan penggelapan, penipuan, pencurian, penganiayaan, perbuatan tidak menyenangkan dan memotong gaji PNS tanpa dasar atau melakukan perbuatan melawan hukum terkait dengan uang negara atau disebut korupsi masuk perbuatan kriminal/ kejahatan yang dapat diterapkan KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) dan Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta  KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) serta ketentuan lain yang ada kaitannya dengan perbuatan tersebut.

            Untuk Menjatuhkan hukuman Disiplin terkait dengan PP 30 tahun 1980, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu : a. Prosedur, pertama ada Surat Perintah dari Pimpinan Instansi/ Walikota kepada Bidang Pengawasan/ Inspektorat untuk melakukan pemeriksaan terhadap PNS yang tidak masuk kerja; b. BAP, Melakukan pemeriksaan terhadap Pegawai Negeri Sipil  yang tidak masuk kantor dan saksi-saksi yang terkait yang hasilnya dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan;  c. LHP, membuat Laporan Hasil Pemeriksaan yang didalamnya yaitu  Berita Acara Pemeriksaan  terlapor dan saksi serta barang bukti, Evaluasi, Usul Hukuman dijatuhkan sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah  Nomor 30 tahun 1980; d. Keputusan, Keputusan Pimpinan Instansi/ Walikota yang diambil sesuai usul Pemeriksa;  e. Pelaksanan, melaksanakan putusan atau melaksanakan tindakan-tindakan lainnya antara lain mengajukan keberatan kalau ada. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 30 tahun 1980 tanggal 30 Agustus 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, mengenai Tingkat dan Jenis Hukuman Disiplin diatur dalam pasal 6 ayat (1) Tingkat Hukuman disiplin terdiri dari : a. Hukuman disiplin ringan; b. Hukuman disiplin sedang; dan c. Hukuman disiplin berat. Pasal 6 ayat (2) Jenis hukuman disiplin ringan terdiri dari : a. Tegoran lisan;  b. Tegoran tertulis; dan  c. Pernyataan tidak puas secara tertulis, Pasal 6 ayat (3) Jenis Hukuman disiplin sedang terdiri dari : a. Penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun;  b. Penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun; dan c. Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun; dan pasal 6 ayat (4) Jenis Hukuman disiplin berat terdiri dari : a. Penundaan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah  untuk paling lama 1 (satu) tahun;  b. Pembebasan dari jabatan;  c. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil; dan  d. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.

            Tindakan Pimpinan Instansi/ Walikota  yang menghukum Pegawai Negeri Sipil yang tidak masuk kerja dengan menjemur dibawah terik matahari telah melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980 yaitu :   a. Tidak ada Surat Perintah dari Pimpinan Instansi/ Walikota kepada bidang pengawasan untuk melakukan pemeriksaan kepada Pegawai Negeri Sipil yang tidak masuk kerja tersebut;  b.Tidak ada proses pemeriksaan kepada Pegawai Negeri Sipil yang tidak masuk kerja serta saksi-saksi yang terkait dengan kasus tersebut; c. Penjatuhan hukuman dengan menjemur dibawah terik matahari tidak ada diatur dalam pasal 6 ayat (1) (2) (3) dan (4) Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980.

            Berdasarkan kesalahan Pimpinan Instansi/ Walikota menghukum Pegawai Negeri Sipil dengan menjemur dibawah terik matahari telah melakukan perbuatan Penganiayaan biasa sesuai dengan pasal 351 ayat  (1) Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,- (empat ribu lima ratus rupiah). Mengenai penganiayaan, Undang-undang tidak memberi ketentuan apakah yang diartikan dengan ”penganiayaan” (mishandeling) itu. Menurut yurisprodensi, maka yang diartikan dengan ”penganiayaan” yaitu sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit, atau luka. Menurut alinea 4 dari pasal ini, masuk pula dalam pengertian penganiayaan ialah ”sengaja merusak kesehatan orang”. Perasaan tidak enak = misalnya mendorong orang terjun ke kali ,sehingga basah, suruh orang berdiri diterik matahari dsb. Rasa sakit = misalnya menyubit, mendupak, memukul, menempeleng dsb. Luka = misalnya mengiris, memotong, menusuk dengan pisau dll. Merusak kesehatan = misalnya orang sedang tidur, dan berkeringat, dibuka jendela kamarnya, sehingga orang itu masuk angin, dikutip dari KUHP  R.Soesilo cetak ulang, tahun 1995 halaman 245. Selain pasal 351 ayat (1) dapat juga diterapkan pasal lain sebagai perbuatan yang tidak menyenangkan. Perbuatan Kejahatan Penganiayaan masuk delik biasa yang maknanya ada dua (2) hal yaitu : a. Pelaporan, Pegawai Negeri Sipil  yang  tidak masuk kerja tersebut dapat melaporkan Pimpinan Instansi/ Walikota kepada Polisi setempat untuk disidik, dan atau pihak Kepolisian dapat melakukan penyidikan/ pemeriksaan kepada Pimpinan Instansi/ Walikota tanpa ada laporan dari Pegawai Negeri yang tidak masuk kantor tersebut; b. Laporan yang telah dibuat Pegawai Negeri Sipil yang tidak masuk kerja ke Kantor Polisi, maka laporannya tidak boleh dicabut lagi  dan juga  tidak bisa didamaikan lagi karena perbuatan kejahatan tidak boleh didamaikan.

            Berdasarkan  hal tersebut diatas  dapat disarankan : A. Pegawai Negeri Sipil yang tidak disiplin supaya diperiksa dan diberikan hukuman sesuai  dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980  tanggal 30 Agustus 1980 tentang  Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, Pasal 6 ayat (1) Tingkat Hukuman disiplin terdiri dari : a. Hukuman disiplin ringan, b. Hukuman disiplin sedang, dan c. Hukuman disiplin berat.;   B. Menindak dengan tegas Pimpinan Instansi/ Walikota berdasarkan pasal 351 ayat (1) KUHP, agar tidak terulang lagi dikemudian hari memberikan sanksi hukuman kepada Pegawai Negeri Sipil  diluar ketentuan yang berlaku.;  C. Dalam menyelesaikan setiap masalah agar selalu mengedepankan hukum bukan arogansi kekuasaan.

            Demikianlah pandangan penulis atas tema ”Hukuman Terhadap  PNS Dijemur  Dibawah  Terik  Matahari”, dan bila tidak sependapat anggaplah ini sebagai perbedaan pendapat yang dilindungi hukum.
                                                                                  

                                                                                 Jakarta,   September 2010
Penulis
                                                                               
                                                                               MONANG SIAHAAN, SH. MM.

PANDANGAN HUKUM MASALAH REMISI DAN PEMBEBASAN BERSYARAT BAGI TERPIDANA KORUPSI DAN TERORISME


Baru-baru ini  ada yang diberikan Remisi terhadap Narapidana Aulia Pohan besan Presiden RI  dengan teman-temannya dari Bank Indonesia yang terkait dengan kasus Korupsi. Masyarakat banyak memberikan pandangan bahwa bagi yang diputus Pengadilan terkait kasus korupsi dan terorisme  tidak layak diberikan Remisi, tindakan tersebut menciderai perasaan masyarakat Indonesia, Pemerintah/ Negara dituding tidak serius memberantas korupsi yang kondisinya sudah parah, dan disisi lain bangsa Indonesia masih banyak  yang miskin, dan reaksi  masyarakat tersebut disampaikan begitu keras.

            Pemberian remisi tersebut sudah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yaitu : a. Remisi adalah hak narapidana berupa pengurangan masa hukuman yang diatur dalam Pasal 1 ayat 1 Keputusan Presiden RI No. 174 Tahun 1999 tentang REMISI; b. Pembebasan Bersyarat merupakan pengurangan hukuman bagi narapidana yang diatur dalam Pasal 15 ayat (1) KUHP yang intinya orang yang dihukum penjara boleh dilepaskan dengan perjanjian, bila telah lalu 2/3 bagian dari hukumannya yang sebenarnya dan juga paling sedikit 9 bulan daripada itu, dengan kata lain sudah menjalani 2/3 dari  masa tahanan. Dalam ketentuan atas pemberian remisi  dan pembebasan bersyarat tidak ada menyebutkan jenis perbuatan yang dilakukan narapidana baik kejahatan pencurian, pembunuhan, korupsi atau terorisme, remisi dan pembebasan bersyarat tersebut secara umum diberikan kepada siapapun tanpa ada perkecualian. Berdasarkan ketentuan tersebut dikaitkan azas persamaan hak didepan hukum, maka pemberian remisi bagi narapidana terkait kasus korupsi dan terorisme dapat diberikan  demi persamaan kedudukan di depan hukum, dengan demikian pemberian remisi kepada narapidana Aulia Pohan dan dkk  sudah  sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

            Pernyataan Masyarakat dalam penolakan pemberian remisi kepada narapidana bertalian perbuatan korupsi dan terorisme yang dianggap menciderai hati masyarakat, hal tersebut baru tahap pernyataan dan belum bisa digunakan sebagai dasar dalam menolak memberikan remisi bagi narapidana yang terkait kasus korupsi dan terorisme, dan malah bila dilaksanakan penolakan pemberian remisi sebelum adanya ketentuan perundangan-undangan baru yang mengaturnya, bertentangan dengan azas Legalitas (suatu perbuatan baru dapat dihukum apabila perbuatannya sudah diatur terlebih dahulu dalam ketentuan peraturan perundang-undangan).

            Untuk dapat melakukan penolakan pemberian remisi bagi narapidana terkait kasus korupsi dan terorisme terlebih dahulu dilakukan perubahan atas ketentuan yang mengatur masalah remisi dan pembebasan bersyarat tersebut yang diundangkan dalam Lembaran Negara Indonesia, dengan demikian aparat yang berwenang memberikan remisi dan pembebasan bersyarat ada dasar hukumnya.

            Demikianlah pandangan penulis atas tema remisi dan pembebasan bersyarat bagi narapidana terkait kasus korupsi dan terorisme, bila tidak sependapat dianggap sebagai perbedaan pendapat yang dilindungi Negara.


Jakarta, 31 Agustus 2010
Penulis

Monang Siahaan, SH. MM.